Sistem Kaderisasi FORKOMPI dari Masa ke Masa. Enakan mana?


Yooow kembali lagi sama Kang Opel di postingan Road to National Congress (ini postingan selingan aja, by the way) dan karena minggu lalu kita udah ngebahas Keuntungan Jadi Pengurus di Organisasi Nasional yang Anti Mainstream, sekarang saatnya gue ngebahas soal sistem kaderisasi buat jadi pengurus organisasi nasional itu sendiri. Siapapun boleh baca, nggak terpaku untuk teman-teman yang ikut kaderisasi aja, kok. Bebas!


Sedikit cerita bagaimana cara perekrutan pengurus FORKOMPI berkembang dari tahun ke tahun, ternyata awalnya belum sekompleks sekarang loh, kawan-kawan. Sekarang sudah menjadi kewajiban peserta kaderisasi untuk lolos tahap administrasi, seperti membuat essay, mengirimkan persetujuan untuk menjadi pengurus, sampai mengumpulkan berkas-berkas lainnya sesuai ketentuan dari FORKOMPI.

Faktanya, tahun-tahun sebelumnya tidak seperti itu!


1. Kongres Nasional Luar Biasa, Bandung, tahun 2012

Sayangnya, gue nggak ikut event bersejarah ini. Tapi menurut pengakuan Kakak tingkat gue di Poltekkes Jakarta 2, Kak Debby Wulan Sari (Sekretaris Umum FORKOMPI 2012/2013 dan Dewan Purna 2014/2015) pemilihan saat itu melalui sukarela dan rekomendasi institusi masing-masing. Kak Debby bilang, dia sampai nangis karena ditunjuk sebagai Sekretaris Umum saat itu. Kok nangis? Gini, karena saat itu FORKOMPI ini baru dibangkitkan kembali, jadi semua data yang ada amat sangat terbatas. Apalagi, tidak ada alumni yang bisa dijadikan patokan atau bahan pembelajaran karena jeda waktu antara FORKOMPI vakum hingga dihidupkan kembali itu cukup lama. Hampir enam tahun.


Nah, gimana pengurus yang terpilih saat itu nggak merasa menanggung beban yang berat? So, gue sangat mengapresiasi karena mereka mau memulai dan membuat sejarah dengan sangat berani. Mereka adalah orang-orang yang pertama kali menjalankan organisasi ini sebagaimana mestinya.


2. Kongres Nasional II, Makassar, tahun 2013

Tahun ini gue ikut dalam proses kaderisasi dan pada saat itu gue udah ngincer jabatan Koordinator KOMINFO (menggantikan Kang Suswendi yang saat itu naik menjadi Sekretaris Jenderal). Tapi yang gue nggak nyangka, ternyata pemilihannya cuma angkat tangan doang! Gue ceritain dengan detil, nih. Simak potongan naskah Once Every Four Years, Chapter 54 ‘I Can Do it’ page 548...

Jam sudah menunjukkan pukul empat subuh. Gila, hari pertama selesai jam tiga, hari kedua selesai jam empat, sekarang mau selesai jam berapa…?! Mampuss! Aku harus bertahan, meski kepalaku sudah berat sekali, jangan sampai aku melewatkan pemilihan jabatan…!

 “Saya ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang sudah percaya dengan saya, sekarang, silahkan bagi rekan-rekan yang ingin kontribusi di dalamnya, bisa mencalonkan diri di struktur yang telah saya siapkan. Silahkan, langsung angkat tangan saja!” seru Suswendi.

“Saya, Novel, bersedia menjadi Koordinator KOMINFO!” seruku dengan nada keras. Aku orang pertama yang mengajukan diri!

“Trya, Tanjung Karang, mengajukan diri sebagai Sekretaris Umum...”

“Vela, Padang, bersedia menjalankan tugas sebagai Koordinator Wilayah 1…”

Ahhh… Syukurlah yang lain juga antusias…!

“Gue dimana ya, Vel?” celetuk Rizza agak bengong.

“Saran gue, lu ambil Koordinator PEMAS aja, Pemberdayaan Masyarakat, biar setara sama gue…!”

“Tapi—itu kerjanya ngapain…?”

“Ambil aja dulu, soal kerja belakangan, buruan, nanti diambil orang!” desakku geregetan.


“Iya, iya…” sahutnya pasrah. “Rizza, Jakarta 3, mencalonkan diri sebagai Koordinator PEMAS!

Akhirnya, semua struktur terisi tepat di jam lima pagi…!!! Setelah sidang ditutup, semua orang langsung berhamburan, lari ke kamar, soalnya sudah nggak kuat!

See? Paham ya, teman-teman. Saat itu Divisi Bidang-Bidang baru dibuat pertama kali oleh Kang Suswendi, jadi kami masih sangat awam, bingung, dan takut-takut untuk memilih jabatan meskipun cuma modal angkat tangan doang. Gampang, ya? Cuma angkat tangan, jabatan sekelas Koordinator Bidang sudah di tangan. Nggak ada saingannya pula. Hahaha!

Image result for not today meme



3. Kongres Nasional III, Denpasar, tahun 2014

Antusiasme terhadap FORKOMPI semakin bertambah pesat di tahun ini. Jadi, ketika gue terpilih sebagai Sekretaris Jenderal di acara ini, kurang lebih gue masih mengikuti proses seperti yang dilakukan Kang Suswendi tahun lalu. Tapi gue bedain dikit-dikit, lah. Pemimpin itu harus inovasi!

Saat itu, untuk pemilihan jabatan-jabatan besar seperti BPH dan Koordinator Bidang ternyata ada beberapa jabatan yang diinginkan lebih dari satu orang, di sinilah seleksi wawancara pertama dimulai dengan cara orasi di depan semua delegasi. Tapi, bukan gue yang menilai. Nusantara yang memutuskan! Sebab gue cukup pakai hak prerogratif ke orang-orang tertentu, sisanya silahkan Nusantara yang memutuskan.


Sedangkan untuk Koordinator Wilayah dan Bidang-Bidang Wilayah diseleksi melalui diskusi delegasi yang berasal dari satu wilayah tersebut. Yap, tanggung jawab mereka untuk melaksanakan musyawarah untuk menentukan pengurus di wilayahnya masing-masing. Kenapa bukan gue? Simple, karena gue mau pengurus wilayah menjadi tanggung jawab mereka yang memilihnya. Yang tahu kebutuhan masing-masing, medan wilayah dan kondisi di sana adalah mereka. Gue sih, bermodalkan percaya saja kalo pilihan mereka adalah yang terbaik. Hehehe...

Uniknya, kali ini gue memberikan kesempatan khusus untuk siapapun pengurus yang ingin lanjut menjabat di periode selanjutnya. Tapi, tentu dengan berbagai pertimbangan, karena ada juga seleksi untuk masuk ke Dewan Purna.

FORKOMPI tuh, penuh dengan seleksi. Yang penting kerja aja dulu yang bener, lah. Ngimpi jabatan tingginya belakangan aja.


4. Kongres Nasional Bandung, Aceh, Semarang, Surabaya, dan seterusnya...

Tahun berlalu, dimulai saat Reky menjadi Sekretaris Jenderal, sistem administrasi ini dimulai dan itu merupakan hal yang inovatif untuk menyeleksi calon pengurus dan kemungkinan orang-orang yang akan diberangkatkan nanti. Cara itu kemudian diamati, ditiru dan dimodifikasi oleh Dara dan Rizcar menjadi semakin kompleks, dan semakin baik lagi.

Pertanyaannya, apakah cara kaderisasi kami (seluruh Sekretaris Jenderal) sudah merupakan sistem yang benar dan ideal? Hmm, jawabannya masih di awang-awang. Sampai saat ini cara kaderisasi masih terus berkembang. Seperti seleksi SBMPTN dan CPNS saja yang semakin merepotkan karena membutuhkan berkas ini dan itu untuk menjadi syarat dan ketentuan.

Intinya, seperti apapun prosesnya, ikuti saja. Organisasi itu dinamis. Jangan merasa repot harus menyiapkan berkas ini dan berkas itu. Semua sudah tersistem dan bergerak di dalam sistem. Kalo kalian nggak mau mengikuti sistem karena kalian anggap itu merepotkan, itu bukan salah sistemnya, kalian saja yang terlalu malas. Hehehe...


So, jangan mengharapkan bisa mendapat kursi tinggi cuma dengan tunjuk tangan saja, ya! Kalian itu lebih hebat karena melalui halangan dan rintangan yang tidak dilalui delegasi sebelum kalian. Semoga berhasil!


Psssttt, postingan berikutnya tentang tips dan trik lolos kaderisasi tahap akhir, loh. Stay tune, ya!

No comments:

Post a Comment